Aileen Sekarat —Katanya
Calvian langsung masuk ke rumah Javier tanpa mengetuk pintu dahulu. Ia tahu kalau di dalam rumah hanya ada Aileen yang sedang sekarat —kata gadis itu sendiri.
Sudah biasa Calvian menghadapi Aileen yang seperti ini setiap bulannya. Bahkan, ia cukup hapal kapan masanya Aileen datang bulan. Hebat, kan? Cowok se-perfect Calvian bisa ditemukan di mana lagi jaman sekarang? Susah.
Di tangan kanannya terdapat bungkusan McD pesanan Aileen. Calvian ingin mengantarkan makanan itu langsung, namun kakinya justru berbelok ke arah dapur.
Ia melihat ada sepiring nasi goreng dengan telur mata sapi di atas meja makan. Piring itu masih tergeletak rapih seolah tak tersentuh sama sekali. Calvian pun mengambil nampan dan menaruh piring itu di atasnya beserta pesanan Aileen lainnya.
Ia pun segera naik menuju kamar Aileen sebelum gadis itu mengamuk di chat. Aileen kalau sedang datang bulan, marahnya lebih seram.
Calvian mengetuk dua kali pintu kamar Sepupunya. Tanpa menunggu jawaban, ia langsung masuk. Dilihatnya Aileen yang sedang berbaring dengan kasur yang berantakan. Kepalanya menggantung di ujung kasur dengan rambut panjangnya yang terurai.
Ia melihat kedatangan Calvian dengan arah yang terbalik. “Lama,” ucapnya tanpa tenaga.
Aileen malas bergerak kalau sedang sakit. Jadi, Calvian menaruh nampan yang dibawanya di nakas dekat tempat tidur gadis itu. Tangannya mengangkat kepala Aileen dan memindahkannya ke posisi yang benar.
“Nanti leher lo sakit.”
Aileen merubah posisinya menjadi duduk. “Mana? Bubur.”
“Bubur gak ada. Tapi, tadi gue liat itu nasi goreng di meja makan. Kayaknya Om Jav yang buat.”
Aileen melirik tak tertarik ke arah nasi goreng tersebut. Ia lupa kalau tadi Om Papa-nya bilang sudah membuatkan sarapan. Dengan tangan yang tidak bertenaga, ia meraih piring tersebut dan memakannya.
“Perut lo masih sakit?”
Aileen mengangguk pelan sambil mengunyah.
“Yaudah, makan dulu. Biar gue ambilin air hangat.”
Calvian langsung berdiri dan kembali ke dapur. Ia membawakan kompres air hangat untuk Aileen.
Saat ingin kembali ke kamar, ponsel Calvian yang berada di sakunya berdering. Pelaku yang melakukan panggilan adalah temannya.
“Halo?”
“Cal, main gak?”
“Gak tau nih, adek gue lagi sakit.”
“Yaelah, Cal. Main bentar doang kali.”
“Duluan deh, nanti gue nyusul kalo dia bisa ditinggal.”
“Kalo enggak bisa, lo gue samperin ya?”
“Jangan anjing. Iya dah, nanti gue main.”
Panggilan terputus sepihak. Calvian mengantungi ponselnya lagi dan bergegas ke kamar Aileen. Tapi, ia malah bertemu gadis itu di tangga.
“Mau main?”
Calvian mengangguk. “Lo mau ngapain?”
Aileen mengangkat piring yang di bawa olehnya.
“Sini gue aja yang taruh. Nih.” Calvian mengambil piring dari Aileen dan menyerahkan kompres kepada gadis itu.
Aileen kembali ke kamar dan berbaring setengah duduk sambil mengompres perutnya. Calvian pun ikut berbaring di sebelah gadis itu sambil memainkan ponselnya.
Tiba-tiba, ada sesuatu yang ditaruh di atas perutnya. Calvian melirik Aileen dan cheese burger yang tadi diberikan.
Gadis itu membagi satu cheese burger padanya disaat seperti ini. Pasti ada sesuatu.
“Jangan main.”
Tuhkan, Calvian sudah bisa menebaknya.
“Om Papa belum pulang.”
Calvian duduk dan membuka cheese burger itu. “Iya.”
Tak ada yang berbicara lagi setelah Calvian menjawab. Mereka makan cheese burger dalam keadaan hening. Hingga akhirnya Aileen tertidur, mungkin karena kekenyangan.