Bunga Di Antara Rumput Liar

CW // family issue TW // bullying , mention of overweight

Aneh juga rasanya hampir seminggu ini tidak ada sapaan selamat pagi atau siang ketika dirinya dan Ann berpapasan di sekolah. Bahkan gadis itu berusaha memalingkan pandangan ketika netra mereka bertemu. Tapi Aakash tetap Aakash, ia tetap tidak akan peduli seperti biasanya.

Bahkan ketika sekarang ia sedang melakukan rutinitas ekskul yang juga hobinya, Aakash tetap mengabaikan Ann yang menunggu di pinggir lapangan sampai ekskul futsal selesai. Hanya saja hari ini tidak ada air mineral dan tissue yang biasa diberikan gadis itu untuknya.

Namun ketika Ann berdiri dari tempatnya dan beranjak pergi, Aakash tak bisa melepaskan pandangannya dari gadis itu.


Ann berjalan menuju kantin utama sekolah mereka. Kantin yang isinya cukup lengkap dan dengan tempat yang besar. Berada cukup jauh dari lapangan utama dan ketika mau menuju kantin ini, semua murid harus mengerahkan tenaga mengitari lapangan. Kantin ini juga yang membuatnya tertimpa musibah, mengingat insiden kepalanya hampir tertukar dengan bola beberapa waktu lalu.

“Eh, Kakak Cantik, mau beli jus, ya?” sapa penjual jus langganannya yang lebih akrab disapa Pakde. Entah siapa nama aslinya, tapi secara turun temurun semua murid di sekolahnya hanya memanggil Beliau dengan sebutan Pakde saja.

Ann hanya tersenyum. Memang Si Pakde menjual hal lain selain jus?

“Jus Mangga, ya, Pakde. Gak pake susu.”

“Siap, Kakak Cantik,” balas Pakde dengan ramah.

Ann tadinya ingin memilih tempat duduk sambil menunggu jus pesanannya diantarkan, tapi ia mengurungkan niatnya. Ia memilih menunggu jusnya jadi baru memilih tempat.

Setelah membayar, Ann pergi menuju bagian pojok kantin. Beberapa kantin yang di pojok sudah tutup, jadi bagian situ sepi dan membuat dirinya cukup tenang. Ann membutuhkan kesendirian saat ini.

Dua temannya yang lain berada di kelas sedang mengerjakan tugas dari guru. Katanya dari pada dibawa pulang jadi PR dan mereka akan lebih merasa malas kalau dikerjakan di rumah, lebih baik mereka selesaikan dahulu selagi masih di sekolah. Tentu saja melihat dari tugas milik Ann yang sudah selesai lebih dulu. Ann, Si Jenius Pelajaran dan menyukai semua mata pelajaran apapun mengiyakan saja. Temannya itu memang agak malas kalau mengerjakan tugas matematika.

Ann memilih kantin sebenarnya hanya karena tidak ingin melihat siswa yang sedang ekskul futsal. Ngomong-ngomong tentang ekskul futsal, dirinya yang saat ini masih berada di sekolah adalah karena sedang menunggu Hisyam. Bukan lagi menonton atau menyemangati Aakash. Teman-temannya benar soal Aakash. Lebih baik menyerah saja mendekati laki-laki itu.

Tidak biasanya juga Ann mengejar laki-laki lebih dulu. Biasanya semua laki-laki akan tergila-gila padanya, dan mengejar-ngejarnya. Tentu saja tidak ada yang bisa memenangkan hati seorang Oriana Naresha. Bagi Ann, mereka seperti tissue, pakai saat butuh lalu buang.

Ann berkomitmen tidak akan serius dengan laki-laki. Mereka semua sama saja. Hanya mendekati wanita ketika mereka penasaran. Setelah rasa penasaran itu hilang, mereka akan meninggalkannya.

Tapi tidak akan ada lagi yang meninggalkan Ann, seperti Ayah meninggalkannya. Karena Ann yang akan lebih dulu meninggalkan mereka. Hanya satu laki-laki yang saat ini Ann percaya. Hisyam, teman yang selalu bersamanya sejak mereka kelas 5 SD. Hisyam yang paling tahu tentangnya dan tidak akan meninggalkannya.

Ann itu bagai bunga di antara rumput liar. Dia cantik. Sangat cantik. Bunga yang memiliki madu paling manis sehingga serangga berebutan untuk mencicipi madunya. Tapi bunga itu juga memiliki racun. Racun yang melindunginya dari serangga serakah.

Tentu saja bunga cantik itu juga butuh waktu untuk mekar. Ann yang secantik sekarang sampai-sampai disebut “Dewi” adalah Ann yang sudah melalui banyak hal.

Dalam ingatannya, masih terlihat jelas bagaimana orang-orang dulu memandangnya. Tatapan yang penuh ejekan itu harus Ann rasakan dalam waktu hampir setengah hidupnya.

Perkataan tajam mereka masih menancam bagai duri dan menggoreskan luka yang sampai saat ini belum juga sembuh. Apa lagi setelah melihat obrolan antara Hisyam dan Aakash di ponsel laki-laki itu kemarin.

Ann terkekeh pelan. “Murahan, ya? Dulu Mama juga selalu disebut gitu karena gue lahir tanpa Ayah. Masa iya murahan itu jadi turun temurun?”

Ann memutar-mutar gelas jus miliknya yang tinggal setengah. Ia sedang mehasihani dirinya saat ini.

Hingga dirinya yang sedang larut dalam lamunan disadarkan dengan air dingin yang tiba-tiba mengguyur rambut hingga wajahnya. Ann yang terkejut reflek berdiri dan melihat ke arah orang yang menyiramkan air tersebut padanya.

“Bintang?”

Orang itu Gemintang. Dulu, mungkin juga sampai sekarang selalu akrab disapa Bintang. Perempuan yang dulu juga menjadi teman dekat Ann. Tapi juga jadi orang yang memberikan luka paling dalam untuknya.

“Gue penasaran siapa orang yang disebut-sebut “Dewi” di Neo, ternyata lo.”

Bintang memotong jarak diantara mereka. “Padahal lo gak secantik itu, Ann. Lo masih sama buruk rupanya kayak dulu.”

Buruk rupa. Ya, Ann bahkan pernah dibilang buruk rupa sebelum menjadi secantik sekarang. Itu juga sebutan yang pertama kali Bintang berikan dalam tiga tahun persahabatan mereka.

Untuk sampai secantik sekarang, Ann harus merelakan banyak hal. Waktu bersantainya ia habiskan untuk olahraga demi menurunkan berat badannya yang berlebih. Ia juga harus menahan nafsu makannya yang besar. Ann juga belajar mengenai perawatan wajah dan tata rias. Semuanya Ann lakukan hingga ia berhasil mendapat gelar “Dewi” karena kecantikannya.

Tapi hari ini, gelar itu runtuh karena rasa rendah diri Ann. Ann bisa terima dibilang genit atau murahan tapi tidak dengan buruk rupa. Ann pernah sampai hampir mati karena orang-orang yang menghakiminya seperti itu.

Gadis itu mengambil langkah untuk pergi dari sana disisa kewarasannya. Kalau bertahan di sini, entah sampai kapan, mungkin Ann akan menjadi gila karena ingatannya dibawa ke waktu tiga tahun lalu saat orang-orang menatapnya jijik bahkan menjauhinya.

Tapi tangannya ditahan oleh Bintang. Satu tamparan dilayangkan ke pipi mulus Ann.

“Dari dulu gue pengen banget mukul wajah jelek lo itu. Bisa-bisanya Hisyam nolak gue gara-gara lo,” ucap Bintang sambil menarik rambut Ann, karena baginya tidak cukup hanya sebuah tamparan.

Ann melihat tangan Bintang yang melayang di udara, siap menamparnya lagi. Tapi beberapa detik hanya kekosongan yang terjadi. Hingga Ann membuka matanya yang sempat tertutup karena takut tadi dan melihat Hisyam juga entah bagaimana, Aakash, ada di sana.

Hisyam menghempaskan tangan Bintang yang ingin menampar Ann barusan dengan kasar.

“Perasaan gue gak enak sejak ngeliat almameter sekolah lo dateng ke sini. Gue pikir cuma yang anak-anak futsalnya aja yang dateng karena emang mereka mau latihan bareng kita. Tapi lo juga di sini. Masih belum cukup gangguin Ann?” Hisyam berucap panjang lebar dalam satu tarikan napas sambil menatap tajam ke arah Bintang.

“Gue denger, ya, semua omongan lo ke Ann tadi. Bahkan banyak saksi mata di sini. Lo salah tempat, Bin. Ini namanua bunuh diri karena lo berulah bukan di wilayah lo. Lo mau gue laporin ke pihak sekolah lo? Udah kelas 12, gak mau tiba-tiba drop out, kan?”

Bintang yang menyadari kesalahannya berdecak pelan dan memilih pergi. Tanpa memedulikan gadis itu, Hisyam berbalik dan menatap Ann yang sejak tadi berlindung di belakangnya.

“Lo gak papa, kan?” Pertanyaan itu berhasil meloloskan air mata Ann yang sejak tadi di tahan.

Hisyam menariknya ke dalam pelukan, membuat tangis gadis itu semakin kencang. “Gak papa, nangis dulu aja, Ann. Ada gue di sini. Gue gak akan ninggalin lo.”

Aakash yang sejak tadi memerhatikan mereka dalam diam, tiba-tiba membuka jaketnya dan disampirkan ke pundak Ann.

“Baju Kak Ann basah,” ucapnya tanpa suara kepada Hisyam yang menatapnya bingung. Sedangkan Ann masih menenggelamkan wajahnya dan setia menghabiskan air matanya.

Hisyam mengangguk kepada Aakash dan membalasnya dengan ucapan terima kasih.

“Kita pulang, Ann. Maaf, ya, gue gak tau kalo dia bakalan kesini. Maaf, Ann.” Hisyam melepaskan pelukannya dan membenarkan jaket milik Aakash yang tersampir di pundak gadis itu. Tidak lupa ia juga menghapus jejak air mata di pipi Ann.

“Gue balik, Kash. Lanjut latihan tanpa gue aja, atau bubarin juga gak masalah,” ucap Hisyam lalu pergi.

Aakash menatap kedua punggung yang menjauh itu. Sedikitnya ia merasa bersalah atas ucapannya kemarin tentang Ann. Benar kata Hisyam, Aakash hanya tidak mengenal Ann saja. Tapi Aakash benar-benar tidak menyukai gadis seperti Ann yang memiliki banyak laki-laki di sekitarnya. Karena itu juga membuka luka di hatinya.