Pengambilan Rapot

“Ini kemana, sih?”

“Sekolah Aileen,” jawab Javier sambil masih terfokus pada tabletnya.

“Mau ngapain?”

“Ngambil rapot.”

“Gue yang ngambil?” tanya Deandra lagi.

“Gak, gue yang ngambil.”

“Lah? Terus gue ngapain?”

Javier menghela napas sebentar sambil menatap Deandra yang pandangannya fokus pada jalan di depannya.

“Lo banyak tanya.”

“Ya, kan, gue kepo?”

“Lo anterin gue, sampe sekolah Aileen aja. GAK USAH IKUT MASUK,” ucap Javier sambil menekan kalimat terakhirnya.

“Ya.. udah? Kok ngegas?”

“Lo ngomong sekali lagi ini tugas terakhir lo, Dean.”

Deandra menelan ludah. Mulutnya terkunci rapat. Pandangannya semakin fokus pada jalanan. Tangannya memegang setir erat-erat.

Iya, Deandra takut dipecat Javier. Aneh? Enggak. Karena, kalau Deandra dipecat, sudah pasti ia kehilangan pekerjaan yang menurutnya paling enak.

Jadi asisten Javier itu enak banget menurut Deandra. Bossnya itu tidak pernah menuntut banyak. Pekerjaan yang dilakukannya juga tidak berat. Deandra bekerja dibantu banyak staff yang diperintahkan langsung oleh Javier. Jadi, Deandra tidak pernah merasa lelah bekerja. Gajinya juga bukan hanya lumayan, tapi sangat besar. Pokoknya, kalau Deandra sampai dipecat beneran, dia gak akan pernah mendapat pekerjaan seenak ini.

Di samping itu, Javier juga teman baiknya. Jadi, dia lebih merasa nyaman saat bekerja karena mereka sudah kenal dekat. Lagi pula, Javier yang paling mengerti latar belakangnya. Bagaimana Deandra berjuang untuk lulus sekolah dan mendapatkan pekerjaan seperti sekarang. Javier yang paling tau tentang dirinya. Kalau sampai Deandra kehilangan pekerjaannya saat ini, dia pasti akan lebih kesulitan karena Deandra hanya lulusan SMA saja.

Deandra pintar. Dia punya mimpi. Tapi, semesta punya realita. Keadaan keluarganya saat itu tidak sebaik sekarang. Jadi, dia harus merelakan mimpinya karena kondisi ekonomi keluarganya. Untungnya, semesta mengirimkan orang baik seperti Javier pada Deandra.

“Gue bercanda,” ucap Javier setelah tak lama merasakan ketegangan yang dimunculkan dari diamnya Deandra.

“Gak mungkinlah gue mecat lo. Dimana gue bisa nyari asisten pribadi yang kayak lo? Yang bisa gue repotin sama urusan pribadi gue? Gak ada. Ya, kecuali kalo lo mau mengundurkan diri suka rela, gue gak bisa nahan lo.”

Deandra hanya mengangguk. Ia benar-benar kehilangan kata-kata. Tapi, ia juga tidak ada pikiran untuk mengundurkan diri.

“Udah sampe.” Hanya kata itu yang keluar dari mulut Deandra.

Sedikitnya, Javier merasa bersalah karena candaannya tadi. Suasana diantara mereka jadi sedikit canggung. Harusnya, Javier tidak bercanda mengenai pekerjaan Deandra. Karena, kalau diingat lagi, Deandra adalah tulang punggung keluarganya.

“Sorry, gue gak maksud begitu.” Javier keluar dari mobil setelah mengucapkan kata maaf yang sangat pelan.

Tapi, Deandra masih bisa mendengar. Ia paham betul kok kalau temannya hanya bercanda. Deandra saja yang akhir-akhir ini perasaannya terlalu sensitif.

Ia pun memilih memarkirkan mobilnya di tempat yang sudah disediakan. Sambil menunggu Javier, Deandra berkeliling yayasan sambil bernostalgia dengan masa sekolahnya.

“Om Dean!”

Deandra menoleh ke arah anak perempuan yang berlari kecil ke arahnya.

“Ngapain kamu disini? Kok gak sama Papa kamu?”

“Nih.” Aileen menyerahkan minuman dingin pada Deandra. “Maaf, kata Om Papa. Kenapa sih? Kalian berantem? Kok tumben?”

“Emangnya gak boleh?”

“Ya, boleh aja, sih. Tapi, lucu banget Om Papa minta maafnya lewat perantara gini. Kayak lagi marahan sama pacar aja.”

Aileen ini, kalau saja dia bukan anak bossnya, Deandra ingin sekali menabok mulutnya yang suka asal-asalan bicara.

“Kayak ngerti pacaran aja kamu.”

“Ngerti, kok.”

“Emangnya kamu punya pacar?”

Aileen menggeleng. “Enggak, sih.”

“Yaudah, jangan sok tau.”

“Galak banget.”

Aileen berdiri dari tempatnya. Ia menoleh menatap Deandra yang sedang menenggak minumannya.

“Makasih, ya, Om.”

Deandra hanya menaikkan sebelah alisnya.

“Makasih aja, hehe.”

Setelah itu, Aileen lari pergi meninggalkan Deandra yang kebingungan.

“Gak jelas,” ucap Deandra lalu menenggak minumannya lagi.