Sekolah, Hari Baru, Wartawan Ribet
Aileen mengutuk orang-orang yang pagi-pagi sudah mengganggu harinya. Tapi, ia tidak bisa menunjukan amarahnya kepada orang-orang yang telah memadati gerbang yayasan sekolahnya sepagi ini.
“Ai, mau pulang aja?” tanya Javier yang pagi itu mengantar Aileen sekolah.
Aileen menggeleng. “Lewat gerbang belakang aja.”
“Emang dibuka?”
“Minta bukain lah, kan ada ordal.”
Saat Javier ingin memutar balik mobilnya, seseorang yang sudah menunggu kedatangan dirinya dan Aileen menangkap pergerakannya. Sontak, semua orang-orang itu berputar dan berlari mengerumuni mobilnya.
“Aduh.” Javier memukul stir mobilnya. Hah, sepagi ini ia harus berurusan dengan wartawan.
Aileen sedikit panik melihat kerumunan yang ada di hadapannya. Ia melirik Javier yang sama frustasinya di balik kemudi.
Aileen menyadari suatu hal. Setelah ketahuan kalau Javier memiliki anak, hari-harinya tidak akan sama lagi. Harinya tidak akan setenang dulu. Ia harus beradaptasi dengan hari baru yang datang secara tidak disengaja ini.
“Ai? Pulang aja, ya?” Javier menatap khawatir kepada Putrinya yang kebingungan dengan situasi seperti ini.
Tapi, Aileen menjawab dengan gelengan. “Kemarin aku udah gak masuk, masa hari ini gak masuk juga?”
“Tapi, banyak wartawan, Ai.”
Aileen hanya bisa menghela napas berat. Sejujurnya, Aileen juga tak tau harus apa. Karena situasi ini benar-benar baru untuknya.
Ditengah kebingungan keduanya, seseorang datang membelah kerumunan dengan beberapa bodyguard yang membuat pagar betis di sisi pintu mobil Aileen.
Deandra memutar dan mengetuk kaca pintu kemudi. “Lo kenapa gak bilang kalo mau anter Aileen sekolah?”
Deandra datang sambil marah-marah. Tadi, saat pagi ia datang ke rumah Javier, Si Tuan Rumah sudah pergi. Kata Satpam, ia mengantar Aileen sekolah.
Wah, Deandra berpikir Javier cukup nekat dikeadaan sekarang.
Javier meringis. “Sorry, gue gak tau kalo bakal gini.”
Deandra hanya berdecak sebal. “Itu Aileen, kalo mau sekolah turun aja. Udah ada bodyguard sewaan gue yang jagain.”
Aileen yang mendengar ucapan Deandra pun tersenyum senang. Aileen kangen sekolah. Bukan sih, kangen Kak Zergan, haha.
Tanpa menunggu perintah, gadis itu membuka pintu dan turun. Sedetik kemudian, para wartawan berdorong-dorongan agar bisa mendapatkan wawancara dadakan darinya.
Tapi, Aileen justru berjalan santai. Ia membiarkan pada bodyguard sewaan Deandra bekerja sebagaimana mestinya.
Setelah sukses masuk ke dalam sekolah, ia menyempatkan diri berbalik menatap kerumunan di balik gerbang yayasan sekolahnya.
“Gini kali ya rasanya jadi artis. Pasti Om Papa sering kewalahan,” gumam gadis itu.
“EH?” Aileen tiba-tiba memegangi kepalanya seperti teringat sesuatu. “LUPA PAMITAN!”
Hampir saja gadis itu berlari lagi ke gerbang, tapi langkahnya ditahan oleh seseorang yang mencekal tangannya.
“Bloon lu, itu rame wartawan dodol. Mau diterjang gitu aja.”
Itu suara Calvian, tapi orang yang mencekal tangannya bukan Calvian.
Aileen mengganti cekalan itu menjadi genggaman. “Hitung-hitung modus sama Kak Zergan,” ucapnya dalam hati.
“Berisik, gue kan lupa.”
“Kayak gitu lo lupa. Gandengan gak lupa.”
Zergan melirik tangannya yang tiba-tiba sudah menggandeng tangan Aileen. Sumpah, ia tak tau menau soal gandengan tangan itu. Tapi, ia juga sama sekali tak ada niat melepasnya.
Aileen mengangkat kedua tangan mereka tinggi-tinggi. “Kenapa? Gak boleh? Truk aja gandengan, kok.”
“Emangnya lo truk?”
“Sensi banget, Cal. Masih pagi.”
Calvian melirik Leon yang berdiri di sebelahnya. “Itu namanya modus, Le.”
“Lo kalo mau gandengan juga bilang aja, Cal. Ini tangan gue dua-duanya kosong.”
“OGAH!”
Semuanya tertawa mendengar sahutan Calvian. Laki-laki itu pergi lebih dulu meninggalkan sepupunya bersama kedua temannya. Calvian mode ngambek.