SATURDAYDIARY

Aileen sampai di rumahnya sepuluh menit lebih lambat dari Calvian. Saat memasuki rumah, ia sudah melihat Calvian yang duduk manis di sofa ruang tengah sambil menyelonjorkan kakinya. Kakak Sepupunya itu melambaikan tangan sambil tersenyum penuh arti.

Buru-buru Aileen menghampirinya dan duduk di sampingnya sambil menatap Calvian penuh intimidasi.

“Lo udah ngadu ke Om Papa ya, Bang?” tanya Aileen langsung tanpa mengambil napas dahulu.

Calvian menggeleng sambil masih tersenyum. “Belum, hehe.”

Akhirnya, Aileen bisa bernapas lega— Belum, ketika ia melihat Calvian menegakkan posisi duduknya ketika Javier datang. Aileen melotot ke arah Calvian yang semakin cengengesan.

“Om,” panggil Calvian, memancing atensi Aileen.

Sebenarnya, Aileen tidak perlu terlalau panik. Karena Calvian hanya bercanda. Sekalipun serius, yang diadukan pada Javier hanyalah masalah sepele.

Tapi, Aileen merasa tidak enak hati ketika ketahuan berbicara kasar oleh Javier. Pasalnya, Om Papa-nya itu tidak pernah mengajarinya berbicara kasar. Tapi, pergaulan remaja saat ini terlalu bebas. Untungnya Aileen masih bisa memilah mana yang baik dan buruk.

“Apa? Mau minta tambahan duit jajan lagi?”

Calvian menggeleng. “Tapi, kalo Om Jav mau ngasih sih aku terima dengan senang hati.”

“Sama duit aja cepet banget.”

“Jaman sekarang siapa sih yang gak mau duit?”

Javier tidak menyahuti ucapan Calvian lagi. Ia berjalan ke arag dapur, meninggalkan dua muda mudi itu berdua saja di ruang tengah.

Aileen terus menatap tajam ke arah Calvian. Sejujurnya, Calvian sedikit terintimidasi. Tapi, ia tetap tersenyum mengejek Adik Sepupunya itu.

“Kenapa sih, Ai?”

“Jangan ngadu!”

“Hahaha, enggak. Kalo ada yang buat tutup mulut.”

Aileem berdecak sebal. “Mau apa?”

Calvian pura-pura berpikir. Matanya menatap langit-langit rumah Aileen sambil jari telunjuknya mengetuk-ngetuk dagunya pelan.

“Besok pulang bareng gue.”

“Ngapain?”

“Ada yang ngajak gue nonton pulang sekolah.”

Aileen sedikit tertarik dengan pembicaraan. Ia menggeser tubuhnya agar mendekat kepada Calvian.

“Siapa?”

“Ada, cewek.”

“Gue bakalan kaget kalo yang ngajak cowok, sih.” Aileen menatap Calvian menyelidik. “Bang, lo normal kan?”

Calviam mendorong Aileen agar menjauh darinya. “Normal, lah! Gue masih suka cewek kali.”

Aileen tertawa pelan. “Kalo gitu kenapa gak mau diajak nonton?”

“Siapa yang gak mau?”

“Lo. Kalo lo mau pasti besok gak akan ngajak gue pulang bareng.”

“Bukan gak mau, gue lagi males aja.”

“Halah.”

Percakapan mereka terhenti ketika Javier kembali membawa dua tas berbeda ukuran di masing-masing tangannya.

“Apa itu, Om?” tanya Calvian penuh rasa penasaran.

“Oleh-oleh.” Javier duduk di hadapan keduanya. Ia menyerahkan tas yang berukuran kecil kepada Calvian. “Nih, buat kamu.”

“Asiikk. Apa nih?” Calvian langsung membuka tas tersebut untuk melihat isinya. Bukan barang yang spesial. Tapi, Calvian senang ketika seluruh keluarga besarnya selalu mengingat untuk membawakan oleh-oleh untuk satu sama lain jika berpergian.

Calvian mengalihkan atensinya kepada tas yang berukuran lebih besar dari pada yang dipegang. “Kalo itu apa, Om?”

“Oleh-oleh juga, buat Mommy sama Papi kamu.”

“Kok gede banget?” protes Calvian, sedikit tidak terima karena tasnya berukuran lebih kecil.

“Ngiri aja kamu. Ini kan buat berdua.”

Calvian mengintip sedikit isi tas tersebut. “Isinya apa, Om?”

“Anak kecil gak usah kepo. Itu titipan Mommy kamu.”

Calvian hanya mengangguk saja. Ia kemudian berdiri dan berpamitan. Sebelum keluar, ia menyempatkan diri untuk meledek Aileen lagi melalui Javier.

“Om,” panggilnya sambil melirik Aileen.

Aileen yang tidak mengerti hanya mengangkat sebelah alisnya sambil menatap bingung. Begitupun Javier.

“Apa lagi, Cal?”

“Masa Aileen-” Calvian sengaja menggantungkan kalimatnya untuk melihat reaksi Aileen. Benar saja, gadis itu langsung membesarkan matanya dan mengancam laki-laki itu melalui tatapannya.

“Masa?”

“Aileen dideketin cowok.”

Segera setelah menyelesaikan kalimatnya, Calvian langsung lari keluar. Nyawanya bukan hanya terancam oleh Sang Sepupu tapi juga oleh Om-nya.

“CALVIAN BACOT!”

“SIAPA COWOKNYA, CAL?!”

Teriak Aileen dan Javier bersamaan.

Aileen masuk ke dalam rumah sambil melihat situasi. Entah karena apa dia merasa gugup ketika pulang ke rumahnya sendiri.

Suasananya tetap sama, sepi. Tapi, kali ini aura di sekitar rumah terasa lebih mencekam. Mungkin karena tadi Javier seperti marah-marah di iMess.

“Huh, syukur Om Papa belum pulang.”

Baru saja Aileen ingin bernapas lega, suara berat Javier mengalihkan atensinya. Ia melihat Pria Muda itu berjalan dari arah dapur menuju ruang tamu sambil membawa segelas jus di tangan kanannya.

“Baru pulang? Dari mana?”

“Ah? Hehe.”

Aileen hanya bisa tertawa canggung dengan kedua tangan yang penuh tas belanja. Ia mengangkat kedua tangannya untuk menunjukan kepada Javier apa yang dibeli.

Javier merasa kasihan melihat Aileen yang agak kerepotan membawa banyak tas belanja tersebut. Dengan ketangkasannya, ia mengambil alih semua tas belanja itu dari tangan mungil Sang Putri.

“Papa nanya loh, kok gak dijawab?” tanyanya lagi sambil berjalan lebih dulu ke ruang keluarga.

“Itu, beli itu.” Aileen menunjuk semua tas belanja di tangan Javier. “Buat besok MPLS. Ribet, kan? Banyak banget bawaannya.”

Gadis itu sudah sedikit mencairkan suasana. Buktinya, ia sudah bisa lebih bawel dari sebelumnya.

“Sama Om Dean?”

Aileen menjawab dengan anggukan.

“Kenapa gak sama Papa?”

“Eng...” Ia berpura-pura berpikir. “Karena kartu Papa sama Om Dean?”

“Kartu Papa cuma satu yang ada di Om Dean. Papa masih punya tiga lagi.”

Haruskah Aileen mengatakan kalau Javier itu sangat sombong? Ah, selain sombong, Javier juga cemburuan. Lebih tepatnya ia selalu cemburu pada Deandra yang selalu menemani Putrinya.

“Kalo ada yang perlu dibeli lagi, sama Papa aja,” ucap Javier.

“Takut ganggu waktunya.”

Javier menghembuskan napas berat. Ia mengerti alasan yang sebenarnya mengapa Aileen lebih memilih mengajak Deandra dari pada dirinya ketika keluar ke tempat umum.

Itu karena Aileen takut kalau Javier ketahuan sudah memiliki anak. Padahal, ketahuan atau tidak Javier tidak peduli. Bahkan rasanya Javier ingin selalu menunjukkan kepada dunia Putri Cantiknya ini.

Javier tidak bisa membanggakan betapa hebatnya Aileen di sekolah seperti orang tua lainnya. Javier tidak bisa leluasa datang ke sekolah hanya untuk menghadiri pertemuan orang tua. Itu karena pekerjaannya sebagai model dan public figure muda yang sukses. Mungkin nanti dunia akan terheran-heran mengapa Javier sudah memiliki anak remaja diusia yang terbilang muda.

Javier memutuskan untuk tidak membahas topik seperti tadi. Ia berdiri dari tempatnya dan kembali ke dapur.

“Ayo makan malem dulu, kamu belum makan, kan?”

“Belum. Om Papa yang masak?” Aileen bertanya dengan antusias sambil mengikuti langkah Javier.

“Iya. Nasi goreng doang gak papa, kan?”

Aileen mengangguk semangat. “Gak papa, aku selalu suka masakan Om Papa.”

Aileen masuk ke dalam rumah sambil melihat situasi. Entah karena apa dia merasa gugup ketika pulang ke rumahnya sendiri.

Suasananya tetap sama, sepi. Tapi, kali ini aura di sekitar rumah terasa lebih mencekam. Mungkin karena tadi Javier seperti marah-marah di iMess.

“Huh, syukur Om Papa belum pulang.”

Baru saja Aileen ingin bernapas lega, suara berat Javier mengalihkan atensinya. Ia melihat Pria Muda itu berjalan dari arah dapur menuju ruang tamu sambil membawa segelas jus di tangan kanannya.

“Baru pulang? Dari mana?”

“Ah? Hehe.”

Aileen hanya bisa tertawa canggung dengan kedua tangan yang penuh tas belanja. Ia mengangkat kedua tangannya untuk menunjukan kepada Javier apa yang dibeli.

Javier merasa kasihan melihat Aileen yang agak kerepotan membawa banyak tas belanja tersebut. Dengan ketangkasannya, ia mengambil alih semua tas belanja itu dari tangan mungil Sang Putri.

“Papa nanya loh, kok gak dijawab?” tanyanya lagi sambil berjalan lebih dulu ke ruang keluarga.

“Itu, beli itu.” Aileen menunjuk semua tas belanja di tangan Javier. “Buat besok MPLS. Ribet, kan? Banyak banget bawaannya.”

Gadis itu sudah sedikit mencairkan suasana. Buktinya, ia sudah bisa lebih bawel dari sebelumnya.

“Sama Om Dean?”

Aileen menjawab dengan anggukan.

“Kenapa gak sama Papa?”

“Eng...” Ia berpura-pura berpikir. “Karena kartu Papa sama Om Dean?”

“Kartu Papa cuma satu yang ada di Om Dean. Papa masih punya tiga lagi.”

Haruskah Aileen mengatakan kalau Javier itu sangat sombong? Ah, selain sombong, Javier juga cemburuan. Lebih tepatnya ia selalu cemburu pada Deandra yang selalu menemani Putrinya.

“Kalo ada yang perlu dibeli lagi, sama Papa aja,” ucap Javier.

“Takut ganggu waktunya.”

Javier menghembuskan napas berat. Ia mengerti alasan yang sebenarnya mengapa Aileen lebih memilih mengajak Deandra dari pada dirinya ketika keluar ke tempat umum.

Itu karena Aileen takut kalau Javier ketahuan sudah memiliki anak. Padahal, ketahuan atau tidak Javier tidak peduli. Bahkan rasanya Javier ingin selalu menunjukkan kepada dunia Putri Cantiknya ini.

Javier tidak bisa membanggakan betapa hebatnya Aileen di sekolah seperti orang tua lainnya. Javier tidak bisa leluasa datang ke sekolah hanya untuk menghadiri pertemuan orang tua. Itu karena pekerjaannya sebagai model dan public figure muda yang sukses. Mungkin nanti dunia akan terheran-heran mengapa Javier sudah memiliki anak remaja diusia yang terbilang muda.

Javier memutuskan untuk tidak membahas topik seperti tadi. Ia berdiri dari tempatnya dan kembali ke dapur.

“Ayo makan malem dulu, kamu belum makan, kan?”

“Belum. Om Papa yang masak?” Aileen bertanya dengan antusias sambil mengikuti langkah Javier.

*“Iya. Nasi goreng doang gak papa, kan?”

Aileen mengangguk semangat. “Gak papa, aku selalu suka masakan Om Papa.”

Aileen masuk ke dalam rumah sambil melihat situasi. Entah karena apa dia merasa gugup ketika pulang ke rumahnya sendiri.

Suasananya tetap sama, sepi. Tapi, kali ini aura di sekitar rumah terasa lebih mencekam. Mungkin karena tadi Javier seperti marah-marah di iMess.

“Huh, syukur Om Papa belum pulang.”

Baru saja Aileen ingin bernapas lega, suara berat Javier mengalihkan atensinya. Ia melihat Pria Muda itu berjalan dari arah dapur menuju ruang tamu sambil membawa segelas jus di tangan kanannya.

“Baru pulang? Dari mana?”

“Ah? Hehe.”

Aileen hanya bisa tertawa canggung dengan kedua tangan yang penuh tas belanja. Ia mengangkat kedua tangannya untuk menunjukan kepada Javier apa yang dibeli.

Javier merasa kasihan melihat Aileen yang agak kerepotan membawa banyak tas belanja tersebut. Dengan ketangkasannya, ia mengambil alih semua tas belanja itu dari tangan mungil Sang Putri.

“Papa nanya loh, kok gak dijawab?” tanyanya lagi sambil berjalan lebih dulu ke ruang keluarga.

“Itu, beli itu.” Aileen menunjuk semua tas belanja di tangan Javier. “Buat besok MPLS. Ribet, kan? Banyak banget bawaannya.”

Gadis itu sudah sedikit mencairkan suasana. Buktinya, ia sudah bisa lebih bawel dari sebelumnya.

“Sama Om Dean?”

Aileen menjawab dengan anggukan.

“Kenapa gak sama Papa?”

“Eng...” Ia berpura-pura berpikir. “Karena kartu Papa sama Om Dean?”

“Kartu Papa cuma satu yang ada di Om Dean. Papa masih punya tiga lagi.”

Haruskah Aileen mengatakan kalau Javier itu sangat sombong? Ah, selain sombong, Javier juga cemburuan.

“Kalo ada yang perlu dibeli lagi, sama Papa aja,” ucap Javier.

“Takut ganggu waktunya.”

Javier menghembuskan napas berat. Ia mengerti alasan yang sebenarnya mengapa Aileen lebih memilih mengajak Deandra dari pada dirinya ketika keluar ke tempat umum.

Itu karena Aileen takut kalau Javier ketahuan sudah memiliki anak. Padahal, ketahuan atau tidak Javier tidak peduli. Bahkan rasanya Javier ingin selalu menunjukkan kepada dunia Putri Cantiknya ini.

Javier tidak bisa membanggakan betapa hebatnya Aileen di sekolah seperti orang tua lainnya. Javier tidak bisa leluasa datang ke sekolah hanya untuk menghadiri pertemuan orang tua. Itu karena pekerjaannya sebagai model dan public figure muda yang sukses. Mungkin nanti dunia akan terheran-heran mengapa Javier sudah memiliki anak remaja diusia yang terbilang muda.

Javier memutuskan untuk tidak membahas topik seperti tadi. Ia berdiri dari tempatnya dan kembali ke dapur.

“Ayo makan malem dulu, kamu belum makan, kan?”

“Belum. Om Papa yang masak?” Aileen bertanya dengan antusias sambil mengikuti langkah Javier.

*“Iya. Nasi goreng doang gak papa, kan?”

Aileen mengangguk semangat. “Gak papa, aku selalu suka masakan Om Papa.”

#Aku Salah Apa?

Aileen masuk ke dalam rumah sambil melihat situasi. Entah karena apa dia merasa gugup ketika pulang ke rumahnya sendiri.

Suasananya tetap sama, sepi. Tapi, kali ini aura di sekitar rumah terasa lebih mencekam. Mungkin karena tadi Javier seperti marah-marah di iMess.

“Huh, syukur Om Papa belum pulang.”

Baru saja Aileen ingin bernapas lega, suara berat Javier mengalihkan atensinya. Ia melihat Pria Muda itu berjalan dari arah dapur menuju ruang tamu sambil membawa segelas jus di tangan kanannya.

“Baru pulang? Dari mana?”

“Ah? Hehe.”

Aileen hanya bisa tertawa canggung dengan kedua tangan yang penuh tas belanja. Ia mengangkat kedua tangannya untuk menunjukan kepada Javier apa yang dibeli.

Javier merasa kasihan melihat Aileen yang agak kerepotan membawa banyak tas belanja tersebut. Dengan ketangkasannya, ia mengambil alih semua tas belanja itu dari tangan mungil Sang Putri.

“Papa nanya loh, kok gak dijawab?” tanyanya lagi sambil berjalan lebih dulu ke ruang keluarga.

“Itu, beli itu.” Aileen menunjuk semua tas belanja di tangan Javier. “Buat besok MPLS. Ribet, kan? Banyak banget bawaannya.”

Gadis itu sudah sedikit mencairkan suasana. Buktinya, ia sudah bisa lebih bawel dari sebelumnya.

“Sama Om Dean?”

Aileen menjawab dengan anggukan.

“Kenapa gak sama Papa?”

“Eng...” Ia berpura-pura berpikir. “Karena kartu Papa sama Om Dean?”

“Kartu Papa cuma satu yang ada di Om Dean. Papa masih punya tiga lagi.”

Haruskah Aileen mengatakan kalau Javier itu sangat sombong? Ah, selain sombong, Javier juga cemburuan.

“Kalo ada yang perlu dibeli lagi, sama Papa aja,” ucap Javier.

“Takut ganggu waktunya.”

Javier menghembuskan napas berat. Ia mengerti alasan yang sebenarnya mengapa Aileen lebih memilih mengajak Deandra dari pada dirinya ketika keluar ke tempat umum.

Itu karena Aileen takut kalau Javier ketahuan sudah memiliki anak. Padahal, ketahuan atau tidak Javier tidak peduli. Bahkan rasanya Javier ingin selalu menunjukkan kepada dunia Putri Cantiknya ini.

Javier tidak bisa membanggakan betapa hebatnya Aileen di sekolah seperti orang tua lainnya. Javier tidak bisa leluasa datang ke sekolah hanya untuk menghadiri pertemuan orang tua. Itu karena pekerjaannya sebagai model dan public figure muda yang sukses. Mungkin nanti dunia akan terheran-heran mengapa Javier sudah memiliki anak remaja diusia yang terbilang muda.

Javier memutuskan untuk tidak membahas topik seperti tadi. Ia berdiri dari tempatnya dan kembali ke dapur.

“Ayo makan malem dulu, kamu belum makan, kan?”

“Belum. Om Papa yang masak?” Aileen bertanya dengan antusias sambil mengikuti langkah Javier.

*“Iya. Nasi goreng doang gak papa, kan?”

Aileen mengangguk semangat. “Gak papa, aku selalu suka masakan Om Papa.”